Pendidikan itu bukan hanya tanggung jawab sekolah. Orang tua tidak bisa hanya membebankan pihak sekolah dalam urusan pembentukan karakter, dan segala hal yang menyangkut pendidikan. Justru orang tualah yang sangat menentukan kepribadian anak. Sekolah hanya membantu mengarahkannya supaya anak didik terbekali pengetahuannya dan menjadi manusia yang dicerdaskan.
Mari kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari: Sekolah hanya bersama putra-putri Anda sekalian selama 7 jam saja. Sisanya mereka kembali pada asuhan orang tua masing-masing. Karenanya, orangtua harus berperan aktif memberi motivasi belajar, mengendalikan tingkah laku anak, membimbing, meneladani, dan memberi pembelajaran dengan sikap dan tingkah laku yang baik. Juga tidak kalah pentingnya kita selalu mendoakan mereka dan ber-riyadloh agar anak kita menjadi anak yang saleh.” Kata Pak Mister, Kepala Madrasah Negeri dalam pidato sambutannya di hadapan rapat komite sekolah.
Para wali murid antusias mendengar arahan Pak Mister. Namun forum perlahan-lahan menjadi tidak khidmat ketika sudah menyinggung soal anggaran. Mereka pada gemrembyeng berbicara sendiri-sendiri.
Memang, kebanyakan orang-orang besar selalu dibentuk oleh orang tuanya. Mereka tidak hanya mendidik, tapi juga tirakat demi anak-anaknya.
Nyai Ma’rufah binti Cholil Harun, ibunda Gus Mus, adalah orang yang diganjar tidak bisa melihat sejak Gus Mus masih belia. Maka beliau terbebas dari maksiat mata bertahun-tahun. Hari-harinya diisi dengan mendengar dan melafadzkan Al-Qur’an, menghormati tamu, dan hampir tak pernah berhenti berpuasa. Malamnya selalu dihidupkan dengan wirid dan munajat.
Tentang riyadloh kiyai Bisri bin Mustofa, sudah banyak dikisahkan dalam cerita-cerita sebelumnya. Kiyai Bisri Mustofa berani berspekulasi untuk tidak memikirkan tinggalan harta buat anak-anaknya. Pernah kiyai Bisri ditanya oleh kiyai Ali Maksum, kenapa semua karangannya diserahkan sepenuhnya kepada penerbit. “Lha anak-anak sampeyan kebagian apa?” Kiyai Bisri menjawab, “Ilmu.”
Nyai Fathimah binti Khasbulloh, ibunda kiyai Fattah juga dikenal sebagai ahli tirakat, berdzikir, dan rajin bersedekah. Ayahnya, Kiyai Hasyim bin Idris adalah pribadi yang bersahaja dan disiplin dalam pendirian. Pada suatu hari Gus Fattah pulang dipapah oleh para pengurus Pondok Tebuireng karena sakit yang dideritanya sudah dianggap parah. Baru sampai di pelataran rumah kiyai Hasyim menyambut,
“Kenapa kamu pulang?”
“Ini Kiyai, Fattah sakit lumayan parah. Kami rasa ia lebih baik istirahat dahulu di rumah untuk sementara waktu," pengurus pondok Tebuireng menjelaskan.
“Bawa dia kembali ke pondok sekarang juga !” kata kiyai Hasyim dengan nada tinggi.
“Kalau kamu di rumah, paling-paling kamu dikeloni ibumu; tapi kalau kamu tetap di pondok, kamu dikeloni malaikat!”
0 komentar:
Posting Komentar